728x90

CERITA SEX MEMEK BREWOK BUDHE TITIEK DAN MBAK DARMI

OvoQQ Poker online Terpercaya - saat ini usiaku sudah 16 tahun, sekarang sudah lagi aku sudah kelas 1 SMA. Aku sama seperti kalian adalah penggemar wanita setengah baya. Kali ini saya akan menceritakan kisahku dengan budhe Titiek.


Sudah jadi jejaka muda kamu ya kata budhe Titiek yang selalu mengagumi kegantenganku. Memang wajahku merupakan kombinasi yang manis antara gen ibuku yang berasal dari keraton Jogja, dan bapakku yang mendapat kraton Solo.

Cerita Lendir Memek Brewok Budhe Titiek dan Mbak Darmi - Usia budhe Titiek 57 tahun. Budhe Titiek adalah pensiunan PNS. Suaminya meninggal karena sakit. Sementara kedua sudah berkeluarga dan pindah dari negeri tetapi tanpa kabar sampai sekarang. Tubuh budhe Titiek seperti ibu-ibu lainnya. Tubuh montok, pantat besar, perut sudah berlemak, dan teteknya memang sudah turun tapi besar sudah. Sebagai lelaki penggemar wanita setengah baya pasti akan senang.

“Kamu harus ngerti, itu bapakmu yo adikku itu perlu pendamping untuk bisa mengasuh kamu dengan baik, karena apa? kamu sebentar lagi sudah tumbuh jembut he he he. ”kata budhe Titiek sambil menoel janggutku.


“Ketika laki-laki kemencur kaya kamu itu le, yang sudah keluar jembutnya, sangat butuh kasih sayang, tidak cukup oleh bapakmu tok, tapi juga butuh kasih sayang ibu, butuh itu ibu sambung”. Aku yang waktu itu sedang bermanja-manja dengan budhe Titiek sambil tidur-tiduran dipangkuannya cuma membisu. Jujur saja aku tidak begitu mendengar kata-kata budhe Titiek, aku betul-betul sedang terbuai dengan tubuh budhe yang membuatku terangsang.

Budhe Titiek yang memakai waktu yang cocok Daster yang tidak bisa dipakai membuatku sangat terpesona. Kulitnya kuning sangat kontras dengan bulu ketiaknya yang tumbuh lebat yang tersembul diam-diam, jujur ​​saja aku baru melihat secara lengkap sosok budhe Titiek. Sejak kecil, budhe Titieklah yang menjadi tumpuanku untuk bermanja-manja. Baru kali ini saya terpesona dan bergairah. Mungkin ini dinamakan puber ya, bukankah budheku sendiri mengatakan aku sudah jadi jejaka yang sudah tumbuh bulu jembutku. Aku betul-betul terbuai melihat bulu ketek budhe Titiek yang lebat, dan aroma lemak di siang hari yang terik itu betul-betul membuat seluruh pori-pori yang mengeluarkan bau yang khas, bau wanita dewasa. Dengan malu-malu aku mencium bau itu, dan budhe Titiek tersenyum memandangiku.

“Ono opo kowe kok cungar-cungir, opo budhe mambu kecut yo” katanya sambil mencubit hidungku.

”Budhe seksi banget” kataku spontan.

“Wah ponakanku iku wes gedhe tenan, lha iku sing ngisor wes obah-obah” katanya sambil nguyel-uyel burungku yang pelan-pelan mengembang. Aku jadi malu dan berusaha bangkit, namun pada saat yang bersamaan budhe menunduk akibatnya aku langsung bertemu dengan daging empuk yang sangat lumer, ternyata budheku tidak dapat digunakan kemben. Ahhhh, dengan segenap rasa aku merasakannya. Pelan-pelan otot burungku semakin mengeras, dan cilakanya budheku malah dengan keras membenamkan dadanya yang besar sebagai lumer itu ke mukaku.

“Ohhh le… budhe pengin nyusuni kowe maneh ki…” katanya sambil terkikik.

Aku jadi malu, tapi jujur ​​saja aku sangat menikmati lumer dadanya budhe Titiek. Selain kompilasi dengan sengaja budhe Titiek memasukkan seluruh mukaku ke bagian dasternya, aku betul-betul merasakan hangatnya bukit kembar itu. Dengan gemes budhe mengusap-usapkan seluruh bukit dadanya kemukaku, "le budhe pengin nyusune kowe ..." katanya merintih.

Cerita Lendir Memek Brewok Budhe Titiek dan Mbak Darmi - Dengan naluriah mulutku kudekatkan pada dada itu, dengan terpejam aku mencari puting hitam yang besar itu.

“Oh le, hisap terus pentile budhe” ceraunya kompilasi mulutku dengan alamiah menghisap dan menjilati puting dadanya yang sebesar jempol tangan itu. Budhe semakin pulih wajahku, desisnya semakin membuatku bersemangat untuk menghisap habis putingnya.

“Le enaaaaak, terussssss” katanya sambil terus mendekapiku. keringatnya yang mulai membanjir semakin menguarkan bau tubuh wanita dewasa, aku betul-betul terbius dan lupa diri.

Budhe semakin mendesah, kompilasi mulutku kembali mengenyot dengan ganas penthil item besar itu.

"Ahhh le, enak .... .bangetttt" rintihnya. Aku lupa diri, bahwa sedang kukenyot habis adalah penthilnya budheku. Aku ingin menumpahkan rinduku pada gambar ibu. Dengan wajah memerah budhe menarik wajahku, dan dengan ganas budhe menciumku wajahku. Hidungnya mengeser-geser pipiku, terasa meremang semua bulu-bulu halus diwajahku. Bibirnya yang penuh, dicium dengan ganas bibirku. Aku yang baru pertama kali merasakan hangatnya bibir wanita dewasa terasa terbang diawang-awang, halus lumer dan hangat mencipok-cipok.

“Le keluarkan lidahmu” desis budhe memintaku untuk mengeluarkan lidahku, dengan naluriah kupanjangkan lidahku, dan aku kembali merasakan kenikmatan yang luar biasa. Lidahku dihisap dan diusap oleh lidah budhe. Seluruh tubuhku terasa nikmat nikmat luar biasa. Pelan tapi pasti aku mulai irama yang dikembangkan budhe. Sedot… hisap dan jilat akhirnya aku menguasai dengan baik. ”… .Hmmmm pinter kowe le… .ahhhhhh enak le” desisnya lagi. Budhe kemudian menengadahkan lehernya, dengan naluri yang sama aku membuka lehernya yang jenjang dengan kecupan-kecupan lembut, kadang-kadang dengan erangan budhe memintaku untuk menggigit dan menghisap lehernya yang putih kekuningan itu, kuciumi bau khas yang memabukkan lagi. Budheku pun tak kalah ganas, wajah gantian dan leherku yang diciumi dengan hisapan-hisapan kecil yang melenakanku. ohhhh nikmatnya. Telingaku pun tidak luput dari jilatan-jilatan lidahnya, geli banget. Akupun melenguh kuat. Disaat aku tergiur nikmat dari sentuhan-sentuhan panas budhe, aku kembali mendapat kejutan yang membuat lututku goyah. Budhe Titiek tiba-tiba jongkok, dengan ganas budhe, turun celana komborku, dan burungku yang baru, jagung teracung melengkung keatas.

“Oh le, kontolmu udah tegang banget yo, naik naik terus tu”, kata budhe kepadaku sambil menggoser-goser pipinya yang hangat ke cendawanku, aktifkan dengan hangatkan otot-otot batang mudaku. Nikmat banget. Belum hilang rasa nikmat itu, berganti dengan jepitan hangat yang menyelimuti otot kakuku itu. Ternyata budhe dengan beringas memasukkan batang penuh ke mulutnya yang penuh. Lalu dengan pelan-pelan menghisap dan mempermainkan lidahnya disekujur kepala burungku.

“Ohhhhhhh budheeeee, enakkkkk bangettttt ……” aku hanya bisa merintih sambil meremasi seluruh rambut budhe yang panjang mengurai itu.

“Enak yo le… ..” jawabnya sambil mempermainkan burungku naik turun. Slrup…. Susah, hanya suara yang mengeluarkan kompilasi budhe menghisap dan mengulum otot kejantananku itu.

“Aduuuuhhhhh budhe… .enakkkkk budhekkkk” mataku terbeliak dan menyempit, mengiringi rasa nikmat, lenu dan gelinak… selamat menikmati yang melanda untuk sari-sari nadiku. Aku senang naik ke atap kenikmatan yang kian tinggi. Aku hanya bisa merintih, merintih dan mencecap-cecap setiap kesenangan yang muncul dari goseran lidah dan kuluman nikmat dari bibir penuh budheku. Budheku menatap dengan senyum nakallll,…. ”Enak yo le… .nek dikenokno” katanya, lalu mulutnya membuka dan mencucup-cucup-segenap batang kejantananku, dan akhinya turun di bola pelerku. Kembali aku hanya bisa ngruguhhhh menikmati sapuan lidah budhe disemua otot kejantanankuyang baru hilang kulupnya 6 bulan yang lalu. Belum hilang rasa enak itu, kembali budhe membuatku terlololong nikmat, kompilasi lidahnya yang runcing menyapu segenap daerah tahitiku, aku menjijit, melengkungkan tubuhku sambil mendesissssss nikmat ”aduuuuhhhhh belekkkkkkkkk, geli bangettt ngettt ngettttttt” sambil mengesol-gesolkan segenap organ tubuhku menikmati sledutan nikmat… mat dari gocekan lidah budheku. Melihat gelinjang kegelianku, budhe menambahkan semangat lidahnya yang tajam mempersona itu memainkan lubang kencingku. Aku hanya bisa meremas rambutnya dengan ketat melihat aksi lidah budhe itu. Terasa aliran kencingku berdesir naik, membuat kepala burungku semakin memerah dan berkedut-kedut nikmat. Seperti gunung merapi yang mau memuntahkan lahar panas. Bahama budheku, dengan sigap diaktifkan memencet ulir dibelakang topi bajaku. Memitesnya dengan cepat, terasa ada yang berjingkat dan pelan-pelan jaliran nikmat yang kian naik ke atas pelan-pelan turun luruh. “Ahhhhhh budhekkkkkkkkkkk… ..oh, enaknya. seruku melihat aksinya itu.

Kemudian budhe membimbingku duduk di kursi panjang. Dengan gaya gemulainya budhe mengundangku dengan jentikan jari telunjukknya yang runcing memanjang itu. ketiaknya yang sedikit terbuka memamerkan bulu-bulu hitam yang lebat mengurai. Pelan aku mendekatinya, dengan menantang aku mengangkat lengan itu, kubenamku seluruh mukaku di bulu-bulu hitam yang melebat basah. Aku dalam bau yang memabokkan hasrat berahiku. kuciumi dengan hangat. budhe terkikik-kikik kegelian.

“… .Ahhhhh le geliiiiii, opo ora jijik untuk kowe ngambungi kelekku iku” katanya sambil mengelus-elus rambut keritingku. Aku hanya mendesah, dan semakin mengendus-endus bau yang membuatku terangsang itu. Setelah puas dengan bau itu, aku kembali menekuni bukit yang puas dengan puting hitam sebesar ibu jari itu. budhe menghindar, dan dengan kelitan yang dibuka budhe kemudian berdiri, dan membuka dasternya yang sudah madul-madul itu. Aku hanya ngowohhhhh menyaksikan tubuh mulusnya yang berdiri utuh dengan segenap ketelanjangannya. Lengannya dibuka penuh memamerkan bulu-bulu yang dihabiskan untuk ketiaknya, sementara dua bukit kembarnya bergoyang-goyang dengan hiasan puting merona hitam. Perutnya yang menggemuk, turunkan segitiga hitam lebat mengakang. Budhe ternyata tidak memakai kancut. rambut jembutnya lebat sekali, sangat kontras dengan kulitnya yang putih temu giring. Sekali lagi aku hanya bisa melongo, dan membuatku sulit diambil udara ludah, berjegut-jegut nanar menatap tubuh perempuan dewasa yang sudah matang itu.

Pelan budhe dibuka lebar kedua, dan dengan gemulai memamerkan saluran lahar merah mudanya yang dilengkapi hutan belukar yang lebat itu. Dengan gemulai pula budhe menyibakkan gawuknya, dan memainkannya yang menarik keluar. Dengan bahasa isyarat budhe memintaku masuk, bagai seorang guru budhe membimbingku ..

“Le iki sing jenenge gawuk…” sambil memamerkan gawukknya yang merah muda itu ..

“Lha sing iki jenenge itil le” .. desisnya sambil menjentil-jentil itilnya jadi makin menonjol keluar. Kemudian budhe memintaku untuk menciumi gawuk utuh itu. bagai kerbau dicocok hidung, akupun melai mendekatkan hidungku. Terasa segar baunya, kemudian dengan lidahku aku menuruti budheku guruku itu dalam mempermainkan burungku tadi. Pelan kumainkan lidahku disekujur garis membasah itu, terdengar budhe mengerang berkeredut menambah basah garis membujur itu. Aku makin semangat menjilati aliran lahar asin itu, menunggu kompilasi kulimb dibimbing rimbunnya jembut hitam itu, budhe juga ngowoh mulutnya mendesis, sementara terbelakang putih. Ternyata budhe menikmati kompilasi lidahku yang kasap itu melumat habis daging menonjol itu. kusapu habis-habisan semua barang basah itu, budhe tergerinjal-gerinjal mulutnya menyemburkan kata-kata saru, "Waduhhhhhhh le enak tenan ohhhhhhhhh terus le" sambil terus memperbaiki-nekan kepalaku membimbing untuk menemukan titik-titik nikmat diseluruh penjuru gawuknya itu. Dengan pekikkan yang sangat sulit budhe diselesaikan seluruh mukaku, kompilasi dengan berjuang kuhisap habis itil itu.

"…… aduhhhhhhhh leku metu .... .mettuuuuu metttuuuuuu tuuuuuuuuuuuuu" serunya, terasa berkejut-kejut dan membanjiri mulutku. Setelah itu pelan-pelan, gawukknya yang tadi munjuk memenuhi mulutku menggelosoh, memulihkan yang menjepit leherkupun dengan demikian. Terlihat budhe terpejam. keningnya penuh dengan embun keringat, nafasnya yang memburu pelan-pelan berangsur normal lagi. “Pinter tenan le kowe” desisnya sambil memandangiku sayu. Aku kemudian bangkit, dan memeluknya dengan erat. Budhe pun kembali menciumi wajahku. Pelan-pelan berhasil menggapai burungku yang masih tegak berdiri kokoh. Kemudian membimbingnya, dan memasukkannya ke lubang nikmat itu. Aku ragu dan bingung harus bagaimana. Namun dengan naluriah aku pelan-pelan memasukkan kepala jamur itu ke sela-sela gawuk budhe. Terasa luar biasa kompilasi burungku dipasang guwa garbanya. Hangat mencengkeram. Apalagi setelah budhe Melepaskan pantatku ke bawah. Terasa hangantnya teraso, ”… .hmmmmmm terus le, puzzleaaann ke bawah kontolmu. desisnya. ”aduhhhhhhh kontolmu enak banget le, mentok” desisi lagi kompilasi burungku masuk lebih dalam lagi Mulai yang panjang kemudian melingkari pinggulku. Dengan naluriah pula aku menaikkan dan menurunkan tusukan kelubang injit-injit semut itu. “Ohhhhh budhe, kok enak bangeeettttt” kataku sambil menghujamkan burungku yang penuh dengan hisapan dalam oleh budhe di gawuknya. Aku bagai tengelam dalam lubang yang bisa bernafas, kadang menghisap kadang memeras bahkan kadang menjepit. Sementara mulut budhe tiada henti menciumi wajahku, melumuri pipiku dengan jilatan lidah yang menghisap, mencucup dan melumuri mukaku dengan air ludahnya. Aku hanya bisa mengerang-mengerang menikmati rasa nikmat yang merambat dari ujung kaki sampai ujung rambut. Kenikmatan itu makin tinggi, kompilasi budhe dengan sengaja memutar-mutarkan pinggulnya mengimbangi tusukan-tusukan ngawur dari kontolku. ”Ohhhhh terus le, enakkkkk sing rosa le” desisnya, aku menurutinya, kutahan jelajah nikmat yang dimulai dari ujung kepala burung itu. Aku ingin menikmati rasa nikmat yang mengigiti ujung burung itu. Dengan hentakan yang kuat aku menghujamkan seluruh batangku itu, budhe terlihat membelalak dan kembali melolong nikmat “aduhhhhhhhhhhh leku metuuuuu tuuuuu tuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu teruuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu teruuuuuuuuuuuuuuuu. Aku dipeluk sangat kuat, dan memutuskan yang jenjang pindah pinggulku. Sementara pinggul budhe dengan ritmis bergerak dalam geseran nikmat yang menjumbul-jumbul. Ohhhhhhh terasa ada yang ingin meletup di dasar lubang itu. Keringat budhe tumpah setumpah bersama dengan keringatku yang membasahi seluruh putaran pula. Keringat perempuan dewasa yang memapaki puncak kenimatannya, menguarkan bau yang membuat nafsuku kian membumbung. Pelan gerakan ritmis itu mereda, dan dengan ciuman sayang, budhe memintaku untuk mencabut burung kokoh yang masih belum aman itu. “Wesss le dicabut disik yo” serunya sambil menciumi segenap mukaku kembali. Dengan ogah-ogahan aku mencabut burung itu, ada yang ngganjel karena aku juga sudah mulai merasakan rasa nikmat yang menjujul-jujul ujung kepala burungku. Namun karena budhe memintaku untuk mencabut, maka dengan menyetujui aku mencabut burung itu. Kemudian budhe mengelap sekujur gawuknya yang porak-poranda itu dengan kain dasternya. Setelah dirasa beceknya ilang, budhe kemudian memintaku berbaring. Dengan rakus kembali budhe mengikut batang batangku dengan hisapan dan jilatan kembali. Aku kembali merasakan sapuan-sapuan nikmat yang menggambir-gambir burungku itu ”aduhhhhhhh budhe, enak-enakkkkkkkkkkkkk” seruku menikmati aksi binal mulut budheku dalam mempermainkan segenap pori-pori, otot kejantananku itu. Setelah dirasa cukup pelan-pelan budhe mengangkangiku. Dengan mengembalikan yang utuh budhe, mengembalikan burungku yang menerobos hutan lebatnya yang kembali membasah. Pelan terasa pijatan yang lembut dari gua garbanya. “Ohhhhhh aduhhhhhh le menthok” seru budhe kompilasi ujung kepalaku memasukkan lubangnya yang paling dalam itu. Kemudian setelah berkeredut mundur, budhe kemudian naik dan turun pantatnya yang bohai itu memijat dan mengurut otot kejantanku. Aku kembali disuguhi pemandangan yang mengasyikkan, susu pertama itu bergerak ritmisambil bergerak pantat bohai itu. Pentilnya yang hitam kembali merayuku untuk menyentuhnya. Melihat mulutku yang mendesis nikmat, tetapi mataku yang melotot memandangi ombak didadanya itu, budhe tambah kemayu dan mendekatkan pentil besar itu pasti di mukaku, menyentuh pentil itu membuat mulutku mulut nikmat, aku kemudian mengangakan mulutku. namun sebelum pentil itu terhisap mulutku budhe dipindahkan pentil itu ke ujung hidungku. Mulutku menantang tersapu oleh bulu lebat dari ketek budheku, aku jadi merem melek. Budhe tersedak, dan tergigik melihat aku yang kembali mendusel-ketus liaknya dengan gemas aku naik kuda mencium dan menyedot seluruh aroma ketiak itu. Pentilnya yang hitam kembali merayuku untuk menyentuhnya. Melihat mulutku yang mendesis nikmat, tetapi mataku yang melotot memandangi ombak didadanya itu, budhe tambah kemayu dan mendekatkan pentil besar itu pasti di mukaku, menyentuh pentil itu membuat mulutku mulut nikmat, aku kemudian mengangakan mulutku. namun sebelum pentil itu terhisap mulutku budhe dipindahkan pentil itu ke ujung hidungku. Mulutku menantang tersapu oleh bulu lebat dari ketek budheku, aku jadi merem melek. Budhe tersedak, dan tergigik melihat aku yang kembali mendusel-ketus liaknya dengan gemas aku naik kuda mencium dan menyedot seluruh aroma ketiak itu. Pentilnya yang hitam kembali merayuku untuk menyentuhnya. Melihat mulutku yang mendesis nikmat, tetapi mataku yang melotot memandangi ombak didadanya itu, budhe tambah kemayu dan mendekatkan pentil besar itu pasti di mukaku, menyentuh pentil itu membuat mulutku mulut nikmat, aku kemudian mengangakan mulutku. namun sebelum pentil itu terhisap mulutku budhe dipindahkan pentil itu ke ujung hidungku. Mulutku menantang tersapu oleh bulu lebat dari ketek budheku, aku jadi merem melek. Budhe tersedak, dan tergigik melihat aku yang kembali mendusel-ketus liaknya dengan gemas aku naik kuda mencium dan menyedot seluruh aroma ketiak itu. budhe menambahkan kemayu dan mendekatkan pentil besar itu terus-menerus di mukaku, melepaskan pentil itu membuat saraf mulutku semakin nikmat, aku kemudian mengangakan mulutku. namun sebelum pentil itu terhisap mulutku budhe dipindahkan pentil itu ke ujung hidungku. Mulutku menantang tersapu oleh bulu lebat dari ketek budheku, aku jadi merem melek. Budhe tersedak, dan tergigik melihat aku yang kembali mendusel-ketus liaknya dengan gemas aku naik kuda mencium dan menyedot seluruh aroma ketiak itu. budhe menambahkan kemayu dan mendekatkan pentil besar itu terus-menerus di mukaku, melepaskan pentil itu membuat saraf mulutku semakin nikmat, aku kemudian mengangakan mulutku. namun sebelum pentil itu terhisap mulutku budhe dipindahkan pentil itu ke ujung hidungku. Mulutku menantang tersapu oleh bulu lebat dari ketek budheku, aku jadi merem melek. Budhe tersedak, dan tergigik melihat aku yang kembali mendusel-ketus liaknya dengan gemas aku naik kuda mencium dan menyedot seluruh aroma ketiak itu.

“Aduhhhhhh le keriiiiiiiii banget” serunya gemas sambil memutar-mutarkan pinggulnya memijat seluruh batang kenikmatanku itu. Terasa mentok dan menarik senasai padat di ujung-ujung syaraf kegelianku. Aku mendengok dan merangkul dengan ketat tubuh budheku. Menghujamkan seluruh otot kejantananku dengan sekuat-kuatnya, sementara budhe yang melihat berusahaaku sulit mengimbangi dengan sedutan-sedutan serta tarikan dari Arah yang berlawanan.

“Enak yo le… kelekke budhe… huhuuuuuuhhuuuuu” gerengnya sambil memutar-mutar pingulnya. Sementara putingnya yang keras dan kenyal itu menyapu-nyapu seluruh dada basahku. Budhe menggelinjang nikmat kompilasi tanganku balas iseng menerobos lubang tahitinya. “Aduhhhhhhhhh le tok apakno, tilisanku ituuuuuuuuu” geramnya

"Enak-e pollllll ... aduhhhhhhhhhh ... aduhhhhhhhhhhhhhhh, terus le terus" teriaknya. Aku yang melihat budhe begitu bergeloranya jadi lebih bersemangat, sementara aku menghajar gua garbanya, tanganku menghajar tahitinya. Sementara mulutku dengan ganas mulai polling putingnya yang keras hingga langit-langit mulutku. Melihat olahku yang demikian, budhe hanya bisa mendesis dan semakin memperhebat gerakan pinggulnya, semakin cepat ... cepat dan akhirnya irama ritmis aku bisa mendapatkan lagi, budhe mengelinjang-gelinjang dan kekuatan penuh menghentakkan pinggulnya. “Aduhhhhh le, budhe metu maneh” …… pinter kowe le aduhhhhhhhh enak tenanannnnnnnnnnnnnnnn ”terasa desir, banjir lobang nikmat itu, melumuri segenap batang kejantanku karena licin. Budhe terguguk menikmati sisa-sisa nikmat sambil memelukiku dengan hangat, Sementara aku dengan lahap melumuri lehernya yang basah oleh keringat kenikmatan itu, terasa asin tapi bagai tonikum untukku. Setelah nikmat reda, budhe kembali naik dan turunkan pinggulnya kembali, aku kembali menikmati urut-urutan nikmat. gerakan pinggul budhe kembali menapaki batang kejatananku, lambat semakin cepat, semakin memutar dan menghentak Sementara budhe kembali membetulkan rambutnya yang bosah baseh itu. Aku kembali terpana menikmati tubuh yang berkilap karena keringat, dan juga ketiak yang kusut lebat itu. Puting dan dada itu kembali menampilkan goyangan ombak membuncah kadang bergerak dengan gelinjang yang kuat. Kadang dengan irama yang lembut membuncah. Aku yang selama ini pasif saja merasakan belaian dan urutan lembut menarik-narik nikmat mulai ujung sampai batang kelakianku, dan lebih menikmati pemandangan indah yang membuncah didepanku, serta mendengarkan erangan dan deruman birahi dari mulut budheku serta bunyi rinmis dari beradunya antara tulang pubisku dengan memenangkan bohai dari budheku mulai panas, dan dengan hentakan yang bisa langsung memeluk budheku, budhe tanggap dan memelukku dengan ketat. Aku kembali mendapat perubahan dari pergantian posisi itu. kami bersetubuh dalam posisi duduk, keringat kami menyatu saling melengkapi. Terasa sangat kuat jepitan lubang nikmat itu, mengurut .... .memerah, melintir-lintir, berdegut-degut menebarkan seribu rasa rasa yang tak pernah terbayangkan selama 16 tahun hidupku itu. kami saling bertukar peran, kadang-kadang menghujam kadang-kadang menarik kadang-kadang mengurut menarik irama erangan dari mulut budhe yang kian berat ... "ohhhhhhgrgrhhhh le huenanankkk tennnnnnh" yang kadang-kadang berganti ".... pinter leeeeee aduuuuuuuuuuh, kok eunannnnnnnnk banget tititmu ”senang dengan pagutan-pagutan dan jepitan mulut budhe disekeliling jujurku. Mendapat nikmat itu, lama-lama magma kuat yang mulai merambat dari ujung tahitiku naik… naikkk dan akhirnya dengan hentakan kuatttt aku hanya bisa melenguh keras

”Aduhhhhhhhh budhe kulo metu, pengin nguyohhhhhhhhhhhhhh” dengan ketat budhe menggoyangkan kemenanganku, melawan dan menghisap dengan sedotan dan gerudutan di dalam gawuknya itu….

“Iyooooo le terus aduhhhhh semprotan pejuhhhhhhhhmu enakkkkkkkkk banget leeeeeeeeeeeeeeee” yang disusul dengan gerakan ritmis dari pinggul budhe lagi, dengan ritme yang sama dan dengan erangan yang digunakan dengan gigitan kuat dileherku Akupunktur segenap magma keperjakaanku dileher rahim budhe dengan rasa penuh dan nikmat yang baru aku alami berkelanjutan-berumurku. Aku kemudian jatuh terlentang di sofa biru itu, budhe tetap memelukku, dan mencium habis seluruh wajahku. Dengan nafas satu-satu budhe membisikiku

“Ohhhhhh le kowe saiki dengan joko tenan, dudu joko kemencurrrrr, budhe seneng bangettttttttttt” serunya sambil terpejam didadaku yang kerempeng yang penuh dengan air putih gigitan budheku dan juga dengan keringat nikmat kami.

Setelah reda, budhe kemudian bangun. Dengan gaya gemulai budhe menata rambutnya kembali, aku kembali terlongong bengong menikmati pemandangan indah perempuan dewasa, matang. Tubuh budhe basah keringat, ketiaknya gemuk dengan uraian bulu ketiak basah lebat, hitam. Sementara dadanya dibusukkan, menempatkan hitam besar yang bergoyang sesuai dengan irama tangan budhe. Perutnya yang lumer memblenduk melipat gundukan hitam kelam yang penuh dengan gelimang puncak magma keperjakaanku. Aku kemudian bangun dan sigap kembali mencumbu-cumbu, menguik-nguik bulu indah di ketek budhe dan meremas gemas puting hitam itu. “Mari kita mengko bengi maneh yo, saiki budhe arep masak ben engko bengi iso dienggo kembul bujono Budhe kemudian bangun dan pakai dasternya kembali. Aku hanya bisa menatapnya dengan penuh nafsu kembali. Burungku yang terkulai nikmat kembali bangun. Namun budhe sudah lenyap masuk ke dalam dapur yang hanya tertutup korden.

Mbak darmi, ibuku sambung….

Malam yang kubenci akhirnya datang juga. Sejak kemarin rumahku sudah padat oleh sanak famili. Malam itu bapakku jadi menikah dengan wanita yang bernama darmi. Bapakku tidak salah pilih, karena mbak darmi adalah perempuan idaman sebenarnya. Wajahnya sangat jawa, kulit sawo matang, rambutnya hitam banyak dan bergelombang yang sangat menarik bulu keteknya juga sangat lebat, dan dadanya penuh membusung tinggi. Tidak sengaja, sakit itu mbak darmi sedang didandani oleh budhe Titiek. Aku sudah diperjakai oleh budheku beberapa hari yang lalu menjadi ketagihan, penginnya nyosor terus dan bisa sembunyi diketiak budhe Titiek. Aku kangen banget dengan bau yang enak, bau keleknya dan juga sangat kangen dengan geredutnya lubang kenikmatannya. Jadi kompilasi melihat bayangan membakar masuk kamarku jadi belingsatan dan panas dingin meriang kontet. Apalagi aku tahu sekilas budhe Titiek tidak memakai kemben sebagai daster yang dipakai agak rapat. Samar-samar aku bisa melihat goyangannya yang lembut kompilasi melintas, spontan burungku berontak dan mulai agak mengeras. Berjuang aku mencoba mengikutinya, dan dengan cepat membuka pintu kamarku. Namun, aku jadi salah tingkah karena dikamarku, ternyata budhe tidak sendiri dia bersama ibu sambungku mbak darmi, yang membuat aku makin belingsatan mbak darmi dan budhe Titiek sedang duduk sepur-sepuran, mbak darmi di depan dengan kemben yang munjung dan budhe Titiek dibelakangnya sudah menata sanggulnya. Lututku langsung lemas, jantungku langsung nitir. karena waktu itu mbak darmi dengan anggun sedang diangkat kedua diangkat ke atas, dan memegangi rambutnya yang sedang di tata oleh budhe. Saya suka, karena ketiaknya benar-benar memilih rambut lebat hitam yang tak kalah lebatnya dengan milik budhe Titiek, lehernya jenjang dan bukit dadanya menjembul pengin memberontak keluar dari kembennya yang ketat. Melihat saya yang kaya di tulup, budhe Titiek tertawa ngekek ”ono opo to le… .ken mlebu kene”, serunya sementara mbak darmi hanya ditayangkan sambilan risi sama dulu lihat mataku yang melotot total dilihat, malah kulihat dia tertawa menatapku. ”Iyo nang danang…, ayo mlebu kene wae” serunya manja sambil membetulkan letak sanggulnya itu. “Rindhik asu digithik” bagai pepatah itu, aku dengan malu-malu duduk disamping mereka berdua. Aku tidak berani menatap wajah mbak darmi, namun dengan malu-malu aku mengalihkan-curi kembali ke arah ketiaknya yang membuka rambut kelek mengurai lebat. Budhe tersenyum melihat tingkahku, dan berkata “… le… le kowe iku nek ndelok kelek wulunen kok ora kedhep-kedhep untuk” katanya sambil menoel wajahku. Aku gelagapan malu, sementara mbak darmi malah terkekeh-kekeh “… iyo mbakyu, kawet mau kok tak delok tole danang iku ndak kedhep blas mandeng kelekku iki” katanya sambil mengangkat kembali lengannya dan pura-pura makini baunya .. ”opo ambune kecut nemen yo kamu? ”katanya pada budhe Titiek. Budhe Titiek hanya ketawa ”… le iki lho ambungen kelek-e mbokmu” katanya sambil menarik tanganku untuk duduk terus disamping mbak darmi, ibu sambungku itu. Aku membuat salah tingkah, namun dengan menantang mbak darmi menyodorkan keleknya yang lebat itu kearah mukaku. Tercium lagi bau keringat wanita dewasa yang agak berbeda dari aroma kelek budhe Titiek, agak lebih manis namun lebih disukai. Tiba-tiba aku memberanikan diri untuk mencium kelek itu, sementara mbak darmi terkikik geli melihat mulutku yang menyosor dan mengkempit-kempit ketiaknya. Melihat tingkahku itu, budhe langsung menimpali "kita ... kita, ojok tok sosor terus ibukmu iku ... ndak mari-mari mengko" katanya sambil memintaku untuk keluar kamar. Melihat mukaku yang kecewa berat, mbak darmi langsung memelukku dan mencium keningku dengan rasa sayang. Budhe langsung tertawa ngakak “wahhhhhh danang panji iki memang senangane kelek mbak” katanya sambil menata kembali sanggul mbak darmi, ibuku sambung. Melihat diriku yang masih cemberut, budhe Titiek langsung mendatangiku, memelukku dan mengusap lembut keningku. “He he cah bagus, ibumu ben dadan sik yo, ben tambah ayu ..” katanya. Mendengar itu, aku hanya mengangguk. dengan arif budhe langsung membawa kepalaku ke arah lekukan ketiaknya, dan membawanya mukaku disimpan sampai penuh diketiaknya, yang entah karena keringat yang cukup membanjir membuat aroma yang melikin aku melayang jauhh, rasa merasakan Budhe nampak paham, jadi sebelum birahi itu muncul, beranak pinak dan bayangkan juga, mengangkat kepalaku dan memintaku untuk keluar kamar dan membuka ibuku dan budhe menyelesaikan pekerjaannya dulu. Akupun maklum, selain budhe sempat membisikiku untuk ngeloni tidurku nanti malam sambil mencubit burungku yang masih jinak disarangnya itu.

Namun, belum lama aku melangkah, mbak darmi ibu sambungku memanggilku “… ..le panji…, tolong ibu ambilkan kutang warna merah maron yang ada di kamar bapakmu”. kemudian terdengar gurutuannya pada budhe Titiek "waduh aku lali je mbak, kok kotange ora digowo sisan mau" bisiknya dengan suara manja. Suara yang membuatku panas dingin. Dengan gemetar aku mencoba masuk ke kamar bapakku, pelan kuketuk dan ternyata kosong. Mungkin bapakku sedang berhaha hehe dengan teman-teman. Kemudian tenang masuk dan mencari kotang merah maron milik mbak darmi itu. Kotang itu tergeletak begitu saja disisi tempat tidur, ada dorongan kuat untuk menciuminya. Terasa bau keringat khas yang tadi sempat kucium. Bau yang cukup membuatku berdetar, membuatku dalam mode. Belum puas rasanya menciumi itu, kompilasi kembali terdengar suara budhe Titiek, “le… dang cepet, iki lho ibumu selak kademen (kedinginan) ”. Dengan segera aku segera kembali ke kamarku. “… Suwun lho le” ujar ibuku kompilasi kuberikan kotang warna merah maron itu. Tanpa sungkan, ibuku dengan membawakan budhe Titiek langsung melepas kain jaritnya dan dengan cepat jarit meluncur ke bawah. Ternyata ibuku sambung tidak memakai apa-apa lagi di dalamnya. Aku betul-betul terkejut melihat pemandangan itu, tubuh mulus yang sangat berbeda dengan budhe Titiek yang sudah memiliki anak dua. Susunya tidak terlalu besar tetapi juga tidak kecil, bentuknya sangat indah. putingnya coklat tua, tidak sebesar putingnya budhe Titiek, namun betul-betul bulat membongkah. Yang membuat saya semakin ngowoh dengan lutut gemetar kompilasi pandanganku terbentur diselamatkan ibu sambungku, bagian itu memperbaiki dengan bulu hitam lebat yang mengelombyok, keriting sangat kontras dengan kulitnya yang **********. Sangat berbeda dengan punyanya budheku, yang kemarin habis kuenyel-unyel itu. Ingin rasanya aku membenamkan batang burungku yang sudah sangat keras ke atas daging hangat yang terbungkus rambut hitam itu. Melihat mukaku yang penuh mupeng itu, ibu langsung menepuk pipiku lembut “..cah bagus… kowe kok jadi berobah koyo patung! opo aku ini aneh bagimu untuk le ”serunya. melihatku yang hanya bisa menghabiskan ludah dengan mata melotot, budhe langsung menyahut "... dudu aneh mbak, tapi anumu iki" sambil mengelus rambut hitam membunuh ibuku. “Jembutmu iku, ngruntel akeh lan kandhel polling, mungkin pikere tole panji duh… jembute we kuethele ndahno rasane, mesti uenak tenan… hmm mbener ndak le? katanya kepadaku. Mbak darmi ketawa ngikik “… bener cah bagus, kowe seneng banget karo jembutku iki to ?! Tanya ibuku sambil mentoel pipiku lembut. “..Jelas seneng ke mbak, seneng banget mestine tole panji” kata budheku menimpali sambil tidak lupa membelai-belai rambut jembut ibuku sambung itu. wahhh edan tenan, pikirku. Budheku malah membantah menantang susu mbak darmi sambil berkata “..piye le susune ibumu, isok mengkel to, oo tok bandingno karo susune budhemu iku, bernyanyi kambon bocah loro” katanya sambil mempermainkan puting ibu sambung. Mbak darmi kembali tertawa terkikih-kikih ”iso wae sampeyan iku yu… yu, we geli kabeh aku ki” katanya sambil cepat-cepat membuka kemben dan memintaku untuk kembali kamar. Budhe juga segera membantu memasangkan disetujui tali kotang. Aku hanya bisa menghabiskan ludah menikmati indahnya kembali ibuku sambung yang sekarang tertutup tubuh budhe Titiek, yang sudah agak kendor tapi masih sekel itu.

Resepsi perkawinan bapakku dengan mbak darmi memang sangat sederhana, hanya famili dan tetangga dekat yang diundang. Selepas pukul 09.00 malam sudah kembali normal. Bapak dan ibuku sambung sudah masuk ke kamarnya, aku hanya mendengar jeritan-jeritan kecil dan juga erangan-erangan bapakku yang entah sedang melakukan apa. Saudara-saudaraku yang lain juga sudah kembali kerumahnya masing-masing yang memang masih tinggal satu deret dengan rumahku itu. Tinggallah aku dengan budhe Titiek di kamar tamu itu. Melihat sudah tidak ada tamu yang datang. Budhe Titiekembali pintu, kemudian diambil langkahku yang menuju kamar. Baru saja aku duduk ditepi tempat tidur, budhe sudah memelukku. Le panji ”budhe kangen banget karo kowe” katanya sambil mulutnya menghujaniku dengan ciuman bertubi-tubi.

“Heemhhh panji juga kangen dengan bau keleknya budhe” ujarku sambil membalas ciumannya, dalam satu minggu ini aku sudah mampu menjadi murid bercinta yang baik. Ilmu ciumanku sudah naik satu tingkat. Mode Mupengku jadi aktif, lihat budhe yang terus menerus menggigiti dan menghisap lidahku.

Budhe pun tampaknya tampak dengan erangan-erangan yang ada dikamar bapakku, mupeng juga. Tubuhku didorongnya ke tempat tidur, dengan tergesa budhe mencopoti bajuku. Sebentar saja tubuhku sudah nyaris kuyup. Budhe juga dengan tergesa melepaskan dasternya sendiri, kembali aku melihat tubuh mulus budhe yang telah kembali lima, tetapi masih tetap mendebur-debur jantungku. Tubuh yang kemarin bagai laboratorium cinta bergelimang peakku. Melihat pandanganku yang terpesona itu, budhe dengan manja mendekatkan keleknya ke hidungku.

"... hmmm le, budhe kangen diambungi kelek-e" katanya, akupun disambut dengan antusias, kujulurkan lidahku untuk membaca lebih lengkap tentang permukaan kelek budhe yang penuh bulu ketek itu,

“… .Uhhh, hmmm!”,

"Ohhhh geli le, tapi uenakkkk tenan" sambil telapak menyetujui mengelus dan meyakinkan kepalaku untuk bisa menemukan titik-titik geli dipermukaan keleknya itu.

Dengan puas, aku menikmati lazuardi nikmat, dari aroma yang terus menguar melalui mengembangnya pori-pori birahi, ditemani ketiak budhe yang butuh sangat lebat itu. “Awwwwwww…” budhe merintih kecil kompilasi mulutku menjepit bulunya dan menariknya pelan, ”koweee nakal le,” seru budhe sambil memelukku keras, dan mulai membuka mulutku untuk menyusuri pentil hitamnya itu. Budhe kemudian membiarkan tanganku meraba-raba membuka payudaranya yang ranum lengkap dengan putingnya yang hitam sebesar ibu jari itu. Entah kenapa begitu senang puting susu yang hitam itu, kupermainkan dengan sepenuh hati, jadi puting itu mulai mekar dan bergetar-getar seirama dengan nafas budhe yang kian berat.

Aku mulai sedikit mengerti bagaimana memainkan logik, aku kembali meremas dengan irama yang terkadang lembut, kadang-kadang dengan elusan yang anggang-anggang namun penuh perasaan. Budhe hanya merengek manja dengan ulahku itu “… le kowe kok pinter saikii” rintihnya sambil mengeliat. Matanya nampak meredup. "Le tanganmu enak tenan, angettt koyo ono semuteee", lihat reaksi budhe aku makin terangsang, aku makin ramah, rajin menjamah, menguit, mengulik dan menggelintir segenap pentil kenyal itu. kadang-kadang pindah ke kadang-kadang Budhe Kembali merintih "uedannn, enak le" terus "oukh, le! Hmmmrhhhh… shh, akh" rintih budhe sambil membusungkan dada yang sedang membuka objek cabulku itu, aku mau memberikan manfaat maksimal untuk budheku itu, nampaknya budhe dapat menggunakan rasa geli-geli nikmat akibat ulahku itu. Capek dengan tangan saya mulai memainkan hidung dan mulutku. Hidungku mulai menyobek segenap pori-pori yang mulai mengembang dipermukaan susu, kemudian memasukkan ujung pentil di lubang hidungku, kuhirup bagai menghisap di heller. Budhe hanya merintih melihat aksi nakalku itu. “Okhhh le kowe pinter saiki” katanya sambil terus membusungkan dadanya, seolah memberikan kesempatan selebar-lebarnya agar aku bisa mengeksplor penuh segenap pentil nikmatnya itu.

Terlihat muka budhe semakin memerah, nafasnya makin berat, rintihan dan geramannya yang diiringi kata-kata

”Aduhhhh mati aku le, aduhhhh enak tenan le” semakin sering kudengar. Aku semakin bersemangat. pelan kubuka mulutku, dan selamat pentil besar itu masuk dalam mulutku.

“Aduwwwwww” jerit lirih budhe, perempuan matang yang menjadi budheku yang menggelinjang-gelinjang, ngosek, kompilasi aku kembali menghisap dan mengkenyot.

“Terussss le sedot, kenyottt ahhhh edan enak le enakkkkk”

“Hmmm! ...” dua telapak tangan membantah dan mengacak-acak rambutku sambil terus memperbaiki mulutku mengapai nikmat diujung pori-pori kulitnya. Keringat budhe mulai mengembun, menguarkan bau birahi tubuh wanita dewasa matang. Putingnya ngaceng keras memudahkanku menjepitnya dilangit-langit mulutku. Aku juga mulai terangsang. Sungguh nikmat pentil itu, renyah untuk dikulum dan digigit kenyal menjentak-jentak. Plok ... ohhh plok ... cpruut. Bunyi sensual yang keluar dari ulahku. Seiring semakin bervariasinya ulahku, kadang tak kulum, kadang tak lepas kadang tak gigit. Berganti-ganti kiri dan kanan. Puting itu sudah basah kunyup dengan air ludahku, tak bosan-bosan aku mempermainkannya. Bagai bayi yang betul-betul menikmati aliran susu lembut. Menyebabkan rasa geli bercampur kenikmatan kian merasakan budheku.

“Oukhhh le! teruskan dikenyot le ”,

“Yohhhh bener dikenyot sing kenceng” ..

. ”Aduhhhhh enak tenan le” mulut budhe mendecap-decap seperti orang mabuk udara. dan payudara budhe semakin mengembang, pertanda budhe kian terangsang dengan ulahku itu. Lebih-lebih saat aku naik pentilnya itu menyusuri langit-langit mulutku, nafas budhe jadi naik.

”Leeee sing kenceng kenyotane le”

“Aduhhh yo beneeeer, ngono le. Aughhh, leeee! enak banget! ”rintih budhe. Aku semakin bersemangat. Digigit-gigitnya pentil susu yang kenyal itu. Dihisapnya. Lalu dijilatinya dengan bernafsu. Sebentar berlalu, menempatkan itu. Lalu ganti aku mengecupi buah dada ranum itu bertubi-tubi. Lalu kembali ke pentil susu yang siap menanti. Dihisapnya lagi. Digigitinya. Dikulum-kulumnya lalu dilepaskannya lagi. Sementara tangan budhe tak menentu mengerumasi rambut ku yang baru saja memotong rambut, sehingga rambutku menjadi acak-acakan.

Agak lama aku mencabut susu yang sudah matang menggiurkan itu. Demikian pula dengan ketek lebat budheku, tak kubiarkan menganggur. Ketiak budhe memang menentang lebat, meskupin masih kalah lebat dengan mbak darmi ibu sambungku. setelah habis kuciumi, lalu kuturunkan ciumanku sampai ke pinggang sebelah kiri. Naik lagi ke ketiaknya, turun lagi sampai ke pinggangnya. Demikian berulang-ulang. Aku juga menggunakan ujung lidahnya untuk menjilat-jilat sambil menggigiti keras dan lembut. “Uukh, lee Kowe sungguh pintar membahagiakan perempuan. . . !!! ”bisik budhe terputus-putus, pegang nafsunya yang kian berkobar.

Dikamar sebelah juga terdengar erangan dari mbak darmi ibuku sambung. Lebih suka jeritannya yang berat menambah nafsuku makin berkobar-kobar untuk memberikan kesenangan yang sama pada budheku itu.

Permainan lidahku terus dengan gencar menyerang tempat-tempat mengelambir di tubuh budheku yang sensitip. Kujilati juga perut budhe yang menggelembung kenyal tapi lumer itu. Pusarnya yang agak bodong menjadi sasaran ciuman-ciumanku berulang-ulang. Tanganku pun tak tinggal diam, membelai-belai kedua paha budhe yang mulai mengangkang resah.

Budhe sudah gemetar miliki. Panas dingin. Saat mata budhe menengok ke bawah, pandangannya beradu pada sesuatu yang mulai mengacung keras bagai tombak di antara kedua kakiku. Clegut mendengar budheih ludah. Burungku itu nampaknya sudah sejak tadi menggodanya. Lalu budhe turunkan. Digenggamnya batang burungku yang sudah sangat tegang itu. Aku mencium sedikit di bagian bawah pusar budhe, mengendus-endus bau jembut budhe jadi tahan nafas. "Oukh. budhe. . . ! ”Kataku meresapi jajaran nikmat yang mulai menjalari tubuh burungku. Budhe nampak merasakan burungku yang mulai mengembang lagi, terasa hangat dan besar. Nampaknya budhe sangat senang, dan menggenggamnya dengan cara seperti itu. Sementara itu, tanganku masih terus meraba-raba seluruh permukaan kulit budhe, yang mulai membasah oleh keringat cinta. Melihat gelagat budhe yang kian menggebu, aku berusaha memegangnya. "Sabar, budhe!" Bisikku. “Nanti budhe bisa melakukan apa saja terhadap punyaku. Tapi sekarang, aku ingin mencumbu tubuh budhe. Seluruh tubuh budhe! Aku kangen dengan baunya, aku kangen banget budhe, jadi kurang leluasa jika budhe menggengam burungku kaya begini! ” Apa boleh buat. Meskipun nampak budhe masih ingin menggenggam batang burungku yang mulai terasa berdenyut-denyut itu, akhirnya dilepaskan juga, ahhhh leganya. Maka sekarang aku dengan leluasa melakukan aktivitas untuk membaui, mencumbu dan menguit-guit seluruh tubuh budhe, tanpa perlu melepas rasa nikmat diujung burungku.

sambungan

Dan. . . hhmmmh! Aku kembali harus menahan napas bilamana memandangku tertuju lagi pada selangkangan budhe. Bagian itu memuat rambut yang tebal keriting. Hmmh! Rambut kemaluan budhe bukan hanya lebat dan ikal tapi menghitam! Kata orang, semakin tebal rambut perempuan akan semakin enak jika digituin. Dan sekarang, secara jujur, aku harus mengakui, bahwa rambut pertikaian budhe memang tebal dan lebat, meski punya mbak Darmi lebih pembohong dan pating jerabut. Aku kembali berjegut Selamat ludah. Jika menuruti nafsuku, tentu saja itu juga burungku akan kubenamkan ke bagian daging hangat di balik rimbunan hutan lebat itu.

Hanya sedikit pengalaman dan tidak ingin grasa-grusu. Aku ingin membuat budhe semakin ketagihan. “Oukh, le!” Budhe kembali menepuk pipiku lembut. "Tok apakno gawukku!"

sambil memakan ludah. “He he, anunya budhe ini lho. . . ! ”Ujarku sambil memainkan rambut keterlibatan budheku. “Sesuaikan bude markotop atas, indah dan menawan sekali” seruku dengan gaya mr. Bondan, ambil susul dengan merembes “jembutnya saja sudah begini menggiurkan, biar dibunuh. Tentunya enak sekali. Hmmh! ”Budhe tertawa kecil melihat gayaku itu. “Kowe senang dengan jembute budhe?!” Tanyanya sambil menarik-narik rambut jembutnya mengimbangi mataku yang melototi lebatnya jembut itu. “Senang polling, budhe. Senang sekali, ”kataku masih terus dengan mesra membelai-belai rambutnya yang indah itu. “Kowe kok maleh pinter banget ke le, kita saiki terserah ke apakno gawukke budhe” serunya manja sambil mengakangkan pahanya lebar-lebar. Tanpa diperintah dua kali, akupun langsung memainkan gawuknya budhe itu. Jembutnya yang lebat langsung tak bikin bosah-baseh, setelah itu langsung tak tekan-tekan, budhe tambah ngowoh. Aku jadi semangat pelan hidungku membasahi rambut jembut itu, khas banget, puas membaui aku mulai mencium-cium jembel menggelambir itu, bahkan tak jarang tak-tarik-tarik dengan bibirku, ia terus berciuman bibir ketemu bibir, cuma itu ini bibir yang disebut itu. Budhe hanya tersenyum melihat ulahku itu, giur-giur senang nampak sudah mulai menggerumuti, tampak mulai berat terbuka. Secara naluriah pahanya mulai dibuka, memapangkan gawuk yang betul indah membasah. jari-jari tanganku tak lupa untuk dimainkan-main diperbukitan lebat dan menjuntai itu. Hmmm, bikin kerasan banget. "Le, ojok tok delok waeee untuk" rintih budhe yang mulai tak sabar dijelenggelekkan pinggulnya aku bisa menguakkan bibir-bibir gawuknya itu. Hmm, tampak ceto bagian kemajuan dengan lelehan yang disampaikan untuk disruput. Ludahku kembali berjelegut, beginilah kiranya lubang kenikmatan itu. Dengan mesranya, aku meraba-raba gawuk yang indah itu. Merah dan licin. Pada bagian atas, pada pertemuan antara dua bibir, tampak sekerat, daging yang tampak besar, itil. Nyempil sendirian. Tidak berteman. Sungguh kasihan. Aku kembali memandangi pemandangan indah yang indah itu. Budhe memijit hidungku dengan agak kuat. “Oukh, le! ojok tokonton thok ?! Memangnya punyaku barang tontonan! ”Aku tersenyum. Nampaknya budhe sudah kepingin sekali dikerjai gawuknya. Aku masih ingin lebih memperhatikan, bagiku gawuk budhe Titiek tak ada habis-habisnya. Gawuk budhe terasa lebih indah dari pada vagina-vagina perempuan lain yang pernah dilihat photonya di situs-situs porno langgananku. Jari-jari ku kembali menyentuhnya. Budhe tergelinjang. "Wow! Hmmh, leee enak !! Ss sh, akh! ”Budhe menggeliat. Jariku terus bermain. Mengutik-utik kelentit yang nyempil aduhai.

Aku kemudian menempatkan kepalaku di antara paha kedua budhe yang sudah mengangkang. Liang gawuk yang sebaris dengan sibakan bibir inilah yang kemarin menjepit dan memberikan kesenangan yang tiada pada burung kepodangku. Lagi-lagi tanganku lagi dibuka kelentit yang cuma sekerat itu. Budhe terjingkat dan bergelinjang menikmati nikmat yang mulai datang. Ismet koncoku ngomong, itil itu bisa berdiri dan menegang terus kontol. Benarkah ?! aku jadi senang sekali menguik-nguiknya dan mengulangi perbuatannya berkali-kali. “Oukh, edan geli, le! Geliiiii! Sssh, akhh. . . !! ”budhe kembali merintih-rintih.

Tingkahku saat itu, bagaikan kanak-kanak yang menerima permainan yang mengasyikan. Permainan yang tidak dijual di toko. Semakin giat saya nguliki sekerat daging kecil itu. Semakin sering budhe mengerumasi rambutku, sambil mulutnya terus menderam-deram.

Tidak puas dengan hanya setuju dengan tangan saja, bibir-bibir kontol yang ditumbuhi rambut itu, tak perlu lebar lagi. Kedua kaki budhe kini telah niengangkang selebar-lebarnya, menekuk ke atas. Sekarang, bagian dalam pembunuhan itu telah terpampang selebar-lebarnya. Terbebas sama sekali.

Sedetik kemudian, budhe hanya bisa terpekik: “Awww. . . ! ”Tubuhnya tersentak ke atas. kompilasi aku membenamkan hidungku ke dalam daging yang aduhai itu. “Leee cah bagusssss. . . !! Uf! Ssssh ennnakhhh, le !! ”budhe merintih-rintih sambil memperbaiki belakang kepala ku dengan kedua tangnnya. Hidungku pun mulai menggusur ke sana-ke mari. Seperti akan membongkar seluruh bagian gawuk budhe. Kaki budhe hanya bisa menendang-nendang ke atas, menikmati kenikmatan tidak bertara, melihat hebohnya reaksi bude aku terus dengan giatnya menciumi gawuk budhe yang jujur ​​saja sedang mencoba bau yang segar kembali!

“Oukh, leeee! Enak. . . enak . . enak, sayangghhhh! Teruskan, lee! Ayo, lebih cepat sedikit. Hmmmh leee! Terus sayang. Terus, terus, akhhhh !! ”

“Aku juga, buleeeek! Aku . . aku. . . juga enak, asinnnn koyo keju rasane ”bisik ku sambil memainkan lidahku, menjilat dan menjilat.

Mata budhe jadi merem melek. Kepalanya terlempar ke sana-ke mari. Lehernya menggeleyong-geleyong. "Leee! Kowe kok senang banget banget dicium punyakuuuu. . . untuk? !! Ssst. . . !!! ”tersendat-sendat suara budhe kenikmatan jurus nikmat permainan lidahku. “Koweeeee pinter le, enakkkk banget ohhhhh” budhe kembali mengerang, dan kurasakan cairan keju itu terus datang menyirami mulutku.

Kami berdua sudah lupa diri kami, kami sudah tidak memperdulikan suara-suara dari kamar bapakku, yang sudah berganti dengan suara derit bayang atau tempat tidur dengan suara ritmis selalu irama musik klantink yang menang di acara TV itu, sementara suara-suara erangan mbak Darmi juga sudah diganti dengan suara dengus bapakku yang kaya kereta api diesel jurusan surabaya-sidoarjo itu.

"Kowe seneng untuk le dengan gawukku, kok asyikkk bangetttt ehhhhhh enakkk le terus"

“Senang sekali, budhe! burungku jadi semakin tegang saja, budhe! ”kataku tersendat-sendat pula. Dan lidahku terus menjilat dan menjilat juga. Menyapu-nyapu itil membulat itu. Benar saja! Itil itu semakin tegak, menandakan budhe telah bertambah oleh nafsu birahi. Kaki kedua budhe Titiek terus menyentak-nyentak ke atas. Pantatnya diangkat dan digoyang-goyang. Oukh, sungguh, permainan yang mengasyikkan. aku benar-benar suka menciumi dan menjilati tempeknya budhe Titiek yang harum itu. Sama sekali tidak jijik. Justru sebaliknya. Ketagihan. Aku jadi semakin rakus dan semakin rakus saja.

“Edan leee !!! Hhhssshh. Hmmm . . . hmmmhhh! ”suara budhe Titiek menggeletar. Badannya menggeliat-geliat tak menentu. Tubuhnya menggelepar-gelepar, ujung lidahku mengait-ngait dan menusuk-nusuk liang gawuk budhe yang terasa liat. Sentuhan-sentakan lembut vagina yang berdenyut-denyut itu kian melepaskan nafsu birahi. Dan tiba-tiba budhe mengejang. “Edan leeee. . . !! Sssh! Akkkhhhuuu tak kuaattsss, saya ugghh. . . !! ”budhe merentak-rentak.

“Ayoh, budhe! Keluarkan! Aku sudah siap menerima! ”Ujarku yang terus dengan senang menusuk-nusuk gawuk budhe dengan ujung lidahku. “Iyyaa, leee Akhhhu shhi. . . aukhh! le! Ennnakkhhhh, meronta-ronta bagaikan kesetanan. Berbarengan dengan jeritannya yang menyayat, budhe memegang pantatnya tinggi-tinggi dan meyakinkan belakang kepalaku sekuat-kuatnya, sehingga tanpa ampun separuh wajahku memasang sedalam-dalam ke bagian dalam gawuk budhe Titiek. Bertepatan dengan itu pula, menyemprotlah cairan hangat dan licin. Kental. Menyiram lidahku yang terus menusuk-nusuk lobang tempek enak itu. Prediksi Bola

Aku yang memang sudah siap menerima, bagaikan kesetanan, menghirup habis cairan yang banyak sekali itu. Terus dijilat dan disapu bersih, kayak makan oreo masuk ke kerongkonganku. Sudah tentu budhe semakin berkelojotan, semakin menyukai nikmat yang luar biasa sekali. Sampai akhirnya tetes cairan yang terakhir. Tubuh budheku itu melemas. Sementara aku sendiri, nikmati pula nikmat luar biasa kompilasi mereguk cairan licin itu. Cairan kenikmatan budheku yang gurih sekali, lebih gurih dari pada segala macam keju!

Aku masih terus tertunduk sambil menjilati sisa-sisa cairan cipratan budhe yang melekati aliran bibirku. Budhe bangun dan melompat, memelukku kuat-kuat. “Oukh, leee! Terima kasih, sayangl Kau hebat! Jantan! Kau mampu membuat budhe bahagia! ”Katanya sambil terus mencium bibirku bertubi-tubi. “Iya budhe…. Aku sampai kenyang menghabiskan limbah nikmat budhe. Banyak dan kental sekali! “Ujarku sambil nyengir. "Kowe kok ora jijik, to le?!"

“Mboten budhe, malah ketagihan je. Kalau masih ada, aku masih mau lagi kok! ”Kataku kekanak-kanakan. Melihat ulahku yang lucu itu, budhe tersenyum senang, mulutku kembali diciuminya. kemudian tubuhku didorongnya, mlumah. Aku kembali melihat seluruh tubuh budheku, susunya menthal-menthul, dengan gayanya budhe berkata “le kowe wes nggae budhe merem-melek sampai ngecess! Sekarang, gantian budhe yang membuat kowe merem-melek yo ”ucap budhe yang segera menyergap burungku.” Awwwww….! ” Burungku yang sudah benar-benar tegak bagai tugu pahlawan itu, diciumi habis-habisan, diklomoti dan dijering-jering glambirku. Dengan mesra namun penuh kejutan budhe mempermainkan burungku. Batangku yang kekar, lengkap dengan topi cendawannya digigiti pelan, kadang-kadang dikecup ceruput.

“Oukh, manukmu hebat sekali, le! besar dan kekar. Hmmhh. . . !!! ”budhe terus saja membelai sambil sesekali menggenggam. Mulai dari pangkalnya yang mulai memotong rambut hingga ujungnya yang berkilat dan membengkak, berbentuk topi cendawan. “Budhe senang manukku ya ?!” tanyaku sambil menunggu budhe mengeser-geserkan burungku yang keras banget ke pipi dan beralih. “Suka sekali, le! Tapi ugh! Punyamu besar kokoh. Bengkak, bedo banget karo duwekke pakdemu, Parjo! Aku jadi ketagihan! ”Aku tertawa kecil. “Budhe ini bisa saja. Kan punya pakde juga besar ke !, “Iya! Tapi punyamu ini lebih besar dan gemuk le! ”Ujar budhe.

Aku ketawa lagi. Burungku berkejat-kejat digenggaman budhe. "Aku belum pernah merasakan manuk yang besar dan gemuk kayak punyamu ini le," ujar budhe lagi.

Ada rasa geli dan nikmat bukan kompilasi utama budhe mencium burungku yang semakin membengkak itu. Rasa geli yang nikmat itu kurasakan kompilasi bibirnya budhe yang domble itu mengempit-empit kulit burungku. Tubuhku jadikejang. Mataku membeliak-beliak. “Hmmh, enak budhe! Sssh. . . ! ”Mulutku mulai merintih-rintih, melihatku mulai berkejit-kejit yang budhe tanggap dijethetnya otot geli antara topi jamurku dengan burungku, sehingga semut-semut nimat yang mulai merembes dari ujung tahitiku cepat mulai lagi

Setelah dirasakan agak terkendali budhe kembali memainkan ujung lidah yang menendang kasap itu untuk menciumi benda gemuk punyaku itu. Benda yang dapat memberikan kenikmatan luar biasa bagi wanita, yang disebut alat vital itu. "Le ...! wong wedhok endi wae yang sudah pernah kenai ini, pasti pada ketagihan! ”ujar budhe yang membuat hidungku mekrok bangga. Saya tidak menjawab namun mendacap-decap bagaikan orang kepedasan. Tengah meresapkan kenikmatan yang luaz biasa. Lezat!

Alat vitalku yang ada di genggaman budhe Titiek semakin membengkak dan semakin memanjang lagi. Budhe gemas bukan main, makin tak tahan. Segera dia mengizinkan dia. Kedua paku di terlentangkan selebar-lebarnya, sehingga tangan kanan budhe dapat menggenggam burungku yang kencang itu, tangan kirinya membelal-belai rambut melepaskanku yang mulai tumbuh jemagar itu, tumbuh halus sampai ke pusar. Merinding bulu-bulu roma budhe bilamana dia mulai mencium seluruh batang dan kepala burungku. Bukan utama. Jari-jari budheku Hampir tidak bisa menggenggamnya. Memang inilah yang sangat disukai budhe dariku. Dulu, punyanya pakde juga begitu sejak pakde tiada budhe kesulitan mendapatnya kembali. Dan sejak itu, budhe sangat merindukannya. Dan baru sekarang, dia menerimanya kembali setelah diperoleh-tahun berselang. budhe yang semakin gemas segera menjulurkan lidahnya, menjilat batang kontolku itu. Lalu dingangakan mulutnya dan memasukkannya batang burungku itu. Aku jadi menggelinjang kaget namun nikmat. “Ouw, budhe! Hmmh. . . enak sekali, budhe! ”rintihku. Kedua kakiku spontan terangkat naik dan menyepak-neyepak ke atas.

Mendengar rintihanku, budhe jadi semakin bersemangat. Kepala burungku yang berbentuk topi baja itu dikulumnya. Digigitnya. Tidak bisa diubah, bagai seseorang yang mendapat makanan lezat. Nikmat sekali. Sampai mata terpejam-pejani. Air liurnya menetes-netes. Kepala yang terdiri dari topi baja yang sangat hangat dan kenyal. Aku merasakan nikmat banget. Kunyahan-kunyahan mulut budhe memberikan rasa nikmat dan mengirim nafsuku sampai keumbun-umbun. Aku hanya bisa merintih-rintih. Kedua kakiku semakin kelojotan. Mataku membeliak-beliak, jadi terperecing nikmat. Budhe kian bersemangat. Sekarang, bukan hanya menerbitkan saja yang dikulum dan digigiti budhe, tetapi seluruh batang vitalku. Sementara itu, telapak tangan budhe juga tidak tinggal diam disaat mulutnya mengulum, menarik-narik rambut kemaluanku, tangan yang satu lagi mempermainkan gamberku. "Enak, le. . . ?! ”Tanya budheku ditengah-tengah kesibukannya. “Enak sekali budhe. Ennaaakkkh !!! ”aku berusaha menyahuti dengan terbata-bata untuk mendapatkan yang nikmat bukan kepalang. Budhe terus saja mencicip-cicip batang burungku, dengan irama yang kian lama kian cepat, mengemut, menjilat, menggilat, sampai mengkenyot. Demikianlah, kepala dan batang burungku keluar dari mulut budhe Titiek. Pada saat masuk, mulut budhe sampai kempot. Sementara waktu keluar sampai monyong. Semakin lama semakin cepat. Tubuhku gemetar. Jemariku mencengkeram rambut budhe kuat-kuat. Rintihan. . . rintihanku semakin menghebat, sementara budhe kian gencar menyerbu menggebu-gebu. Akhirnya, kenimtan itu datang aku hanya bisa menjerit histeris. Pantatku kuangkat tinggi-tunggi, Sementara kedua telapak tanganku menguatkan belakang kepala budhe Titiek kuat-kuat. Membunuh batang dengan cara membunuhku pun membenamkan sedalam-nya, merojok sampai ke tenggorokan budhe. Dengan gembira sekali, tangan-tangan budhe mengocok pangkal kemenanganku dengan cepat dan mesra. Dan tanpa ampun lagi: “Crroott! Crrrroooottss! Crrottttsssss. . . !!! ”menyemprotlah cairan kental dari batang semprotku yang berdenyut-denyut dengan dahsyatnya. Daya semprotnya luar biasa sekali. Tubuhku menggigil. Budhe tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan nikmat sekali disedotnya batang kemaluanku yang sedang dikeluarkan wedhus gembel itu. Maka tanpa ampun, bergumpal-gumpal awan panas cairan kenikmatanku, tertumpah semuanya ke dalam mulut dan tenggorokan budhe. Mata budhe sampai terpejam-pejam, tiba sampai tetes terakhir. Aku melenguh nikmat memejamkan mataku. Lemak tubuhku tidak bertenaga. “Oukh, budhe. enak banget, budhe sungguh hebat! ”bisikku terengah-engah. Budhe tertawa melihat ulahku yang mengcopy paste kesenangannya sambil menyeka mulutnya yang sebagian besar masih dibasahi sisa-sisa cairan kental. “Piye le ?! Enak ?! ”tanyanya

Aku langsung menarik lengan budhe, jadi perempuan itu jatuh ke dalam dekapanku. “Enak sekali, budhe. Oukh, enak sekali! ujarku sambil menciumi mukanya dan membenamkan mukaku dikeleknya yang membasah itu, aku hirup lagi bau yang memabukkan itu untuk meningkatkan asaku lagi. Budhe tersenyum mendengar memujiku, “hmmmm kok isik pancet seneng ngambungi kelekku budhe ke le, ndang jupukno ngombe. budhe ngelak banget! ”ucap budhe Titiek sambil mendorongku bangkit dari jepitan kelek basahnya itu. Lalu aku melompat turun dari tempat tidur, menuangkan udara putih dari kendi ke gelas sampai penuh. Kemudian memberikannya pada budhe Titiek, yang lalu diteguknya dengan lahap. Haus sekali rupanya. Sampai habis tiga perempat gelas. Melihat itu aku kembali menuangkan ke gelas lagi sampai penuh, kemudian meneguknya sampai habis. “Leee panji. . . ! ”Mata budhe berkejap-kejap. Punyaku sudah ingin sekali dimasuki punyamu. ”Dan budhe melirik ke selangkangan ku dengan kerlingan mautnya. Tol gothoku masih tegang mengacung nampaknya membuatnya terkiyer-kiyer.

“Kita istirahat dulu sebentar ya, budhe!” Bisikku sambil menciumi mukanya, dan menghisap bibirnya yang basah oleh udara kendi itu. Aku lalu turun dan mengambil gelas itu lagi, dan meneguk sisa air putih itu. Setelah rasa haus itu hilang aku lalu menghampiri budhe yang tidur terlentang dengan kelek dibiarkan terbuka lebar, aku jadi bernafsu. Aku langsung naik ke atas tubuh budhe yang sudah siap berangkat. Kedua susunya menyembul putih bagaikan salju. Benar-benar menantang. Pinggangnya yang penuh dan pinggulnya mekar dan indah. Aku langsung mencium bahu dan payudara budhe dan menghirup bau keringatnya untuk memperoleh kadar birahiku lagi, sementara burungku yang sudah mulai benar-benar memegang kugeser-geserkan di paha budhe Titiek, budhe lalu menggenggam batang burungku yang mulai kekar itu. Sambil membalas ciuman-ciumanku yang bertubi-tubi, dibimbingnya dan kemudian dipindahkannya kepala penjara yang sudah dibengkak tepat di ambang gua garbanya itu. Sementara itu, paha kedua budhe juga sudah direntangkannya selebar-lebarnya. "Leeeee. . . !! Pelan-pelannn, yo ben kroso enakke !! ”bisik budhe gemetar tahan nafsu. “Barangmu gede banget le! kroso bangettt ”gruguh budhe yang nampak nyaman dengan sumbatan burungku di lubang kenikmatannya. Aku merasakan sengatan hangat membasah di kepala jamurku. “... le, tekanen, tekan yang kuattt. ssssssss… aduhhhh enake ”budhe memejamkan rasa kenikmatan prosesnya Aku lalu mendorong pantatku, tidak tergesa-gesa untuk merasakan nikmatnya jepitan lubang hangat nonoknya budhe. “Awwwww le edannnn !!, enak banget” jerit budhe tertahan kompilasi kepala jamurku melesat mentok, tubuh budhe mengejang, bergetar menahan rasa nikmat yang sangat besar. Aku merasakan jepitan keras, hangat melumuri kepala jamurku, menguik-ekstrak dan menghisap dengan kuat. Bukan main nikmatnya. "Ayo ... le, tekan maneh, bernyanyi kuahhht" "bisik budhe setelah rasa enak itu berkurang. aku lalu mendesak lagi. Dan srrrt! , batang burungku luar itu melesak lagi hingga sepertiga. Dan diterima yang pertama, dan budhe kembali tersentak sambil menjerit: “Addduuhhh! leeeeee! enaaannn tenan manukmu ”sambil tersenyum dan berulang-ulang mengecupi mulutku. batang burungku luar itu melesak lagi hingga sepertiga. Dan diterima yang pertama, dan budhe kembali tersentak sambil menjerit: “Addduuhhh! leeeeee! enaaannn tenan manukmu ”sambil tersenyum dan berulang-ulang mengecupi mulutku. batang burungku luar itu melesak lagi hingga sepertiga. Dan diterima yang pertama, dan budhe kembali tersentak sambil menjerit: “Addduuhhh! leeeeee! enaaannn tenan manukmu ”sambil tersenyum dan berulang-ulang mengecupi mulutku.

Aku membiarkan burungku membungkuk sepenuhnya, kemudian dengan tanah kutarik sampai sebatas leher pembunuhan. Lalu kutekan kembali. Dan batang burungku dengan lincah itupun menggelosor keluar masuk. Lagi-lagi budhe bagaikan petualangan bagu membongkar seluruh lorong vaginanya. Budhe terus menggigit bibirnya sendiri, memegang rasa nikmat dan nikmat. burungku yang keluar mulai mendatangkan rasa nikmat luar biasa. Keluar-masuk. Keluar masuk! Demikian berulang-ulang. Memberkati! Slessep! Memberkati! Slessep! Bagaikan kereta api yang sedang langsir. . Pada saat didorong masuk, nonok budhe sampai kempot. Dan pada waktu ditarik, sampai monyong. . . Hmmm! tempek-e budhe enak tenan. Sempit sekali menggilas seluruh burungku, ”kataku sambil mencucup mesra seluruh wajah budheku.

“Kontolmu enak banget juga le,” ujar budhe sambil menggoyang-goyangkan pantatnya. Hal ini semakin mendatangkan nikmat bagiku. Demikian pula bagi budhe Titiek. Pinggulnya yang besar dan montok melakukan gerakan memutar, seirama dengan keluar-masuknya batang zakarku. “Bagaimana, le ?! enak untuk ..?! ”tanya budhe sambil mengecupi telingaku belakang. Akupun menggelinjang-gelinjang kegelian. “Kontolmu juan enak le! Betul-betul lezat. ”Bisik budhe sambil mencari-cari lidahku untuk dihisapnya. Keringatku dan budhe kembali bersatu menimbulkan decak menggairahkan kompilasi kami bergerak ritmis. Untuk meningkatkan nafsuku, budhe Titiek secara sengaja membuka lebar-lebar ketiaknya yang basah, dan dengan nafsu pula aku membenamkan mukaku ke kelek lebat itu, kadang-kadang dengan kadang-kadang dengan nakal aku menggigit buhul keleknya dengan sengaja, dan secara reflek budhe lalu memelukku dan mengempitnya dengan kuat, sambil mengoyangkan pantatnya geal-geol. melihat ulahnya itu aku hanya bisa merintih, “Enak banget budhe. Kepala burungku bagaikan dipijit dan disedot-sedot. Pokoknya lezaaatttss. . . !! ”Aku hanya bisa meliuk-liukan tubuhku ke sana-ke mari. menikmati kenikmatan yang luar biasa akibat dinding pijitan-pijitan-dinding lorong hiburan budhe yang bagaikan memangsa burungku hidup-hidup. Sementara itu, cairan lendir semakin membajiri gua garbo budheku. licin dan basah. “Hmmmm mpek budhe enak banget, basah dan peret” bisikku dengan mesranya. “Bagaimana budhe kalau kontolku kubenamkan seluruhnya ?!” “Ayoh, leeee! Aku sudah siap, ”kata budhe Titiek sambil mengangkangkan kedua pahanya lebih lebar. sambil mengoyangkan pantatnya geal-geol. melihat ulahnya itu aku hanya bisa merintih, “Enak banget budhe. Kepala burungku bagaikan dipijit dan disedot-sedot. Pokoknya lezaaatttss. . . !! ”Aku hanya bisa meliuk-liukan tubuhku ke sana-ke mari. menikmati kenikmatan yang luar biasa akibat dinding pijitan-pijitan-dinding lorong hiburan budhe yang bagaikan memangsa burungku hidup-hidup. Sementara itu, cairan lendir semakin membajiri gua garbo budheku. licin dan basah. “Hmmmm mpek budhe enak banget, basah dan peret” bisikku dengan mesranya. “Bagaimana budhe kalau kontolku kubenamkan seluruhnya ?!” “Ayoh, leeee! Aku sudah siap, ”kata budhe Titiek sambil mengangkangkan kedua pahanya lebih lebar. sambil mengoyangkan pantatnya geal-geol. melihat ulahnya itu aku hanya bisa merintih, “Enak banget budhe. Kepala burungku bagaikan dipijit dan disedot-sedot. Pokoknya lezaaatttss. . . !! ”Aku hanya bisa meliuk-liukan tubuhku ke sana-ke mari. menikmati kenikmatan yang luar biasa akibat dinding pijitan-pijitan-dinding lorong hiburan budhe yang bagaikan memangsa burungku hidup-hidup. Sementara itu, cairan lendir semakin membajiri gua garbo budheku. licin dan basah. “Hmmmm mpek budhe enak banget, basah dan peret” bisikku dengan mesranya. “Bagaimana budhe kalau kontolku kubenamkan seluruhnya ?!” “Ayoh, leeee! Aku sudah siap, ”kata budhe Titiek sambil mengangkangkan kedua pahanya lebih lebar. !! ”Aku hanya bisa meliuk-liukan tubuhku ke sana-ke mari. menikmati kenikmatan yang luar biasa akibat dinding pijitan-pijitan-dinding lorong hiburan budhe yang bagaikan memangsa burungku hidup-hidup. Sementara itu, cairan lendir semakin membajiri gua garbo budheku. licin dan basah. “Hmmmm mpek budhe enak banget, basah dan peret” bisikku dengan mesranya. “Bagaimana budhe kalau kontolku kubenamkan seluruhnya ?!” “Ayoh, leeee! Aku sudah siap, ”kata budhe Titiek sambil mengangkangkan kedua pahanya lebih lebar. !! ”Aku hanya bisa meliuk-liukan tubuhku ke sana-ke mari. menikmati kenikmatan yang luar biasa akibat dinding pijitan-pijitan-dinding lorong hiburan budhe yang bagaikan memangsa burungku hidup-hidup. Sementara itu, cairan lendir semakin membajiri gua garbo budheku. licin dan basah. “Hmmmm mpek budhe enak banget, basah dan peret” bisikku dengan mesranya. “Bagaimana budhe kalau kontolku kubenamkan seluruhnya ?!” “Ayoh, leeee! Aku sudah siap, ”kata budhe Titiek sambil mengangkangkan kedua pahanya lebih lebar. basah dan peret ”bisikku dengan mesranya. “Bagaimana budhe kalau kontolku kubenamkan seluruhnya ?!” “Ayoh, leeee! Aku sudah siap, ”kata budhe Titiek sambil mengangkangkan kedua pahanya lebih lebar. basah dan peret ”bisikku dengan mesranya. “Bagaimana budhe kalau kontolku kubenamkan seluruhnya ?!” “Ayoh, leeee! Aku sudah siap, ”kata budhe Titiek sambil mengangkangkan kedua pahanya lebih lebar.

Aku pun dengan semangat mendorong kemenangan jadi budge lebih dalam membenam batang burungku utuh. Berkah! Wow !, aku bagaikan melayang ke langit ketujuh. Terasa benar bagaimana menggelosornnya lubang nikmat itu, memijat, menghisap burungku. Nikmat sekali. “Masukkan semua, leeee! Semuaaaa! Jangan disisakan laghhiiiii! Masukkan, dorongghh. . . . !! ”kaki budhe menjepit pinggangku. Dan mendesak, teruskan dorongan ku semakin ke bawah. Aku mengerti, budhe sudah histeris. Sudah mau selamat menikmati batang belum ada lagi. Aku coba menggodanya, malah malah malah malah membantah. Dan pembunuhannya menggelosor ke luar. Budhe jadi penasaran. Diangkatnya pantatnya setinggi-kenaikan. Bertepatan dengan itu, aku mengayunkan pantatku kuat-kuat. Dan ... blashhh !! Tanpa ampun, seluruh batang kemaluanku yang kokoh, gemuk. . . dan perkasa itu menghunjam dan membenamkan sedalam-nya ke liang kenimatan budhe Titiek. budhe menjerit sekuat-kuatnya. Tubuhnya meronta-ronta ke sana-ke mari, bagaikan sapi disembelih. Dan, “Crot! Crrrt! Crrrotttss. . . !! ”semua cairan mani yang disimpan di dalam kandungannya, disemprotkan seketika. Banyak sekali. Membanjiri seluruh lobang gua budhe. Suatu saat di luar biasa yang sebelumnya pernah dirasakan oleh budhe Titiek kemarin. Dan bersamaan dengan jeritan budhe, aku pun mengeram kuat. sambil merangkul tubuh budhe kuat-kuat. Budhe Titiek merasakan pakaian bagaikan remuk. Hmmmh! ”Akh. budhekkk! Hmmm! Akkkkhhhuuu keluarrr, sssh! budeeekkk. . . sssh, ennnnaakhh !! ”aku meracau sambil meronta-ronta. Mataku membeliak-beliak ke atas, sementara kepalaku terlontar ke sana-ke mari. Dan bersamaan dengan itu, aku merasakan batang burungku berdenyut-denyut keras dan memuntahkan lahar panas. Berkali-kali terasa semprotan-semprotan itu. Maka lobang menanam budhe pun semakin membanjir.

Setelah beberapa detik lamanya merasakan diriku terlontar ke angkasa, aku merasakan lemas, nglumpruk tanpa daya atas tubuh budhe yang mandi keringat. Kemudian budhe menggulirkan tubuhku disampingnya. Kami berdua merasakan kepuasan sangat. Budhe dengan nakal lalu memijit hidung ku. "Edan tenan le," bisik budhe Titiek. “Kaulah satu-satunya lelaki yang berhasil memuaskan budhe le ..! Sungguh!” “Aku juga begitu, budhe. Lalu budhe mengecup keningku dengan mesranya. Aku kembali menyeruakkan mukaku untuk sembunyi dibalik ketek budheku yang lebat itu. Budhe pun lalu membuka lebar keleknya dan memberikan kesempatan untuk menghirup aroma sepuas-puasnya. Pelan-lambat mataku terasa berat dan kemudian aku tertidur nyenyak.

Ketika aku mulai mataku, ternyata matahari telah naik tinggi. Budhe sudah tidak ada disampingku, tinggal hanya bau yang menempel di pucuk hidungku. Sinar matahari yang menerobos dari ventilasi, jatuh tepat ke wajahku. Terasa panas. Aku masih telanjang bulat. Burungku mulai mengacung penuh lagi. Tubuhku yang kerampeng tidak cocok untuk menopang burungku yang panjang dan gemuk, kaya tampelan rasanya. Dengan malas aku melompat bangun! jam dinding di kamarku telah menunjukkan pukul sembilan pagi. Oukh! Sebelum tidur, tenagaku benar-benar habis. Namun sekarang, aku masih segar kembali. Burungku masih berkokok dengan garang, terasa mendorong udara kencing, memenuhi kantong kencingku. Aku mendengar suara cekikikan perempuan. Aku yang salah. Suara tawa budhe Titiek. Namun siapa lagi!

“Nah, dia sudah bangun. . . ! suara budhe Titiek. “Leeeee! iki lho ibumu pengin ndelok manukmu! katanya manja, mbak Darmi, ibu sambungku tertawa tertahan, aku menjadi tersipu-sipu melihat pandangan dua orang dewasa yang paling menguliti seluruh tubuhku. “Opo bener, tole panji iki kuat tenan to yu ..” bisik mbak Darmi tanpa canggung ke arah budhe Titiek, “weeeh tole iki markotop top mbakyu, aku mau bengi sampai termehek-mehek je!” Kata budhe sambil mengerlingku manja. Aku yang sedang dibicarakan, jadi salah tingkah, “kita ad ndang adus kono, engkok sarapan wong telu, bapakmu mau kita budhal nong kalimantan” seru budhe Titiek, aku jadi harap plong. Entah bagaimana aku betul-betul terpana melihat mbak Darmi, ibuku sambung yang pagi itu memakai daster tanpa lengan warna merah muda kelihatan mencorong cantik, Lebih senang rambut tebal basah yang disanggulnya pakai handuk, lehernya sangat jenjang, rambut-rambut halus merunai. Budhe yang melihatku nanar memandang ibuku sambung jadi kumat isengnya, “le… aduse ojok suwe-suwe, ndak usah ngloco lho”, mbak Darmi ketawa ngekek melihat ulah budhe Titiek. Aku langsung cepat-cepat ke kamar mandi diiringi tawa dua orang dewasa dibelakangku.

Dikamar mandi aku pernah melihat pakaian bekas di dalam budhe Titiek dan mbak Darmi ibuku sambung. Kotang yang warna merah maron itu pasti punyanya mbak Darmi, aku hafal karena kemarin mengerti yang aku ambil dikamar bapakku. Koton merah maron itu betul-betul menggodaku, sementara kotang yang berwarna coklat susu pasti punya budhe Titiek, karena malam itu membukanya, dan mengeremusi isinya. Aku jadi pengin kembali lagi ke kota merah maron itu, aku sudah hafal dengan baunya, bau keringat ibuku sambung yang agak manis. Pelan-pelan kotang itu aku ambil, dan dengan penuh harap aku ciumi seluruh permukaan kainnya, hmmm betul ini keringat mbak Darmi ibuku sambung. Pelan-pelan terasa juluran rasa panas dari ujung selambatku nikmati bau itu. Aku jadi kesetanan, kuhirup habis-habisan seluruh permukaan itu, bau yang agak menyengat tajam tercium didekat lingkaran ketiak, bau khas Pelan-pelan burungku bangun dengan fantasiku dalam mencucup bau itu. Lalu aku susuri pula tali kotang itu, terasa bau yang lain lagi, bau yang membuatku semakin bau yang sangat berbeda tapi asam banget Belum sempat kutip bunyi didekat berhasil kotang itu, budhe Titiek sudah mengetuk pintu agak keras, “le… bukaken lawange, budhe kebelit pipis” serunya. Aku agak dongkol karena sangat sulit, namun karena budheku ngotot, maka kubukaan pintu. Aku agak terkejut ternyata budhe tidak baru, ternyata ibu sambungku juga mengintili dibelakangnya, kontan kotang itu aku lepaskan. Rasa malu yang luar biasa menerpaku. “Hayooo… tok apakno kutange ibu le” serunya sambil masuk ke kamar mandi. Aku jadi serba salah besar yang gemuk itu jelas menunjukkan, itulah aku sekarang-ngapain kotang ibu sambungku. “Bocah iki kudu dijewer yu” kata ibu sambungku sambil menghampiriku, budhe hanya ngikik dan berkata ”yo… yu mencoba wae tole panji iki” katanya sambil memegang dan menyeret burungku dengan rasa sayang. Aku bener-bener salah tingkah dikeroyok dua wanita dewasa di kamar mandi yang berlebihan itu.

Belum sempat bernafas, ternyata budhe Titiek sudah melepaskan dasternya. Kembali aku melihat tubuh budheku yang tadi malam sempat kunikmati inchi demi inchi. Melihat tingkah budhe Titiek, mbak Darmi ibuku sambung tidak mau kalah, dibuka pula daster itu, aku hanya bisa ngowoh melihat balik yang dapat dengan ketek yang tidak kalah, harus dihampiriku dan memepetkan susunya kearah mukaku. Aku jadi gelapan “boleh jadi aku manukmu yang kemencur itu” kata mbak Darmi sambil menatapku manja, sementara budhe yang melihatku terpesona dengan ibu sambungku lalu jongkok, dan menikmati bibirnya masuk dan menggeloti burungku yang bisa dipilih setegak gantungnya itu. “Ehhh boleh buk” kataku sambil mendesis nikmat dinikmati kuluman budheku dibawah. “Bener le… kamu bersedia kan! berikan rasa nikmat itu ke ibumu sambung ini! ”Ujar mbak Darmi agak gagap memegang nafsu melihat budhe Titiek dengan ganas mempermainkan batang kejantananku itu. “Ehhh nggih, boleh” kataku terbata-bata.

Budhe Titiek hanya tertawa-tawa kecil kompilasi melihat mbak Darmi dengan ganas lalu mengecupi bibir dan seluruh wajahku bertubi-tubi. Aku tidak mau kalah, pindah pula, lehernya yang jenjang disampaikan Lalu lintas pentil-pentil susunya yang tegak dibuka itu aku raba pelan. Uf! Ternyata menggeluti mbak Darmi lebih mengasyikkan. Buah dadanya memang lebih kecil dari buah dada budhe Titiek, tapi lebih padat dan kenyal, elastis. Terima kasih banyak untuk cepat! Demikian pula bukit terbitnya. Lebih mumbul. Rambut pembunuhannya jauh lebih tinggi dari milik budhe Titiek!

“Leeeeee! Ehg. Aukhhhh. . . !!! ”mbak Darmi menjerit sejadi-jadinya bilamana menempatkan susunya yang kenyal itu kukenyot dengan keras. Mendengar jeritan yang gaya dari ibu sambungku itu semakin meningkat, langsung lolos kuangkat, dan dengan rakus pula aku habis ketiak superlebat itu, dan dengan gemas kutarik dengan cepat dengan geligiku, “leeeeeeee! Ehg, sssakitttth… !!” kata lidah sambungku sambil mengerang . Budhe yang mendengarkan erangan kesakitan itu, langsung melepaskan kuluman batang burungku. “Tahankan, mbak. Tahankan! ”Ucap budhe Titiek sambil memegangi kedua lengan ibu sambungku. “Nantipun mbakyu akan terasa gelinak, geli-geli terenak dikeleti oleh tole panji” Benar saja. Kalau tadi, ibu sambungku sakit dan jengah kuciumi keleknya, saat ini kulihat dia sudah mulai menikmati. Lebih senang dengan jilatan-jilatan lembut dan kuluman serta kenyotan diputasi susunya oleh budhe Titiek. Yang terdengar sekarang adalah kenikmatan yang dinikmati rasa sakit dan jengah itu. Aku sendiri jadi kian bernafsu melihat bentangan kelek yang superlebat serta ulah dari budheku yang menggremusi sekujur puting susu ibu sambungku. burungku yang nganggur pelan-pelan diraihnya, digosokkan dijembutnya yang lebat, dan pelan-pelan kepala jamurku dipasang ke lubang nikmat ibu sambungku. “Leeeee! aduhhhhhh !!!, enak tenan ”gruguh ibu sambungku bilamana kepala jamurku yang gemuk dan susah mulai menyeruak lobang gawuknya, yang sebetulnya masih banyak air dan panas, maklum punya bapakku tidak perlu punyaku, ge er nih mode on. "Aduhhh le alon-alon isik perih banget" bisik ibuku dengan mulut terkerinying-kerenying merasakan sakitnya, sakit tapi nikmat. Budheku yang melihat aksi binal itu malah membantu memenangkan pembunuhanku untuk masuk lebih jauh “tahan mbakyu, mengko mesti enak nek wes mlebu menthok kontole tole panji” suportnya ke ibu sambungku. “Iyo… yu, tapi aku gurung nate dilebone ****** gedene sak jaran iki” kata ibu sambungku sambil menahan nafas sambil menikmati blesnya burung kebanggaanku itu.

Setelah pelumasan terjadi dengan sempurna, apa yang terjadi budhe Titiek benar. Kalau tadi, mbak Darmi ibu sambungku merasakan sakit luar biasa, lama kelamaan rasa sakit itu hilang, berganti dengan rasa enak luar biasa. Sudah tentu mbak Darmi ibu sambungku jadi senang sekali. Gerakan-gerakan memutar pantat dan pinggulnya menjadi salsa yang menyenangkan, sangat romantis. Di bawah budhe Titiek mengelomoti gambirku, di atasnya ibu sambungku menggeol-geol menjawabnya dengan ritmis seirama dengan ayunan-ayunan pantat ku yang maju mundur dan sesekali melakukan pergerakan yang aduhai. “Oukh., Benerrr yu, kontole tole! Ennnaakhhh, tenan. . . ! ”Desis mbak Darmi ibu sambungku berulang-ulang.

Melihat aksi saur manuk antara budhe dan ibuku sambung aku hanya tersenyum sambil terus menggoes bukit pembunuhan ibuku yang cembung mengerombyok itu. Budheku yang melihat aksi saling ganti geyolan panggul itu, mulai ikut panas, budhe langsung berdiri dan mendekatkan menempatkan susunya yang hitam sak jempol itu kemulutku. Akupun mengerti, itulah budhe ingin aku mengerjai susunya.

“Ayo le! kenyoten penthilku iki, ojok gawukke makmu wae .., penthilku iyo guatel banget je ”kata budhe dengan suara sengau tak menentu. melihat rengekan sengau itu aku jadi terima kasih, jadilah aku melakukan dua macam kesibukan sekaligus. Sementara kontolku menerobos keluar masuk daging mbak Darmi ibu sambungku, mulutku dengan mesra menciumi penthil budhe Titiek yang sudah mekar menantang.

“Aduhhh le enak tenan, ya yu kontole tole enak yo” desah ibuku sambung menikmati aksi geolanku itu. belum sempat kusauti, budhe udah ikut-ikutan mendesis "hmmmm, le! enak banget kenyotanhmu! terussss le ... yahhhhh disedot sayangggghhh! penthile dicakot cilik-cilik le! iyahhhhh! Pinter le! uffff! hmmmm, .... .aduhhhhh! gigit, le gigggggggihhhht ... !! desah budhe sambil menekankan kepalaku ke buah dadanya yang bisa lumer itu.

"Besssss!"

"Sluprutssssep!"

"Berkat!"

"Ahk. . . aku h!"

"Oukh. . . !! ”

"Hmhhh !!"

Berbagai suara, ditingkah dengan berkecipak mulutku menciumi penthil budhe yang timbul kadang-kadang melebar kena sapu lidahku berjcampur dengan erangan mbak Darmi yang kalengan menikmati juluran nikmat kontolku, sepertinya sangat merdu dan mesra. Mulut gawuke ibu sambung yang sempit ikut monyong kompilasi aku menarik dan memasukkan burungku ke sarangnya dan sampai kempot melesak ke dalam pada saat aku mengamblaskannya. Agar kami dapat bertarung mati-matian, nikmatilah, sampai akhirnya mbak. Darmi ibu sambungku melolong hebat dengan kejang-kejangnya pinggulnya, sementara budhe tidak mau ditransfer langsung ke kepalaku sekuat-kuatnya, sambil menjerit histeris dengan tangan mudah menggelosohi biji kelititnya , ternyata budhe Titiek melalukan solo run untuk mencari kesenangan yang sama

"Leeeeeeee panjiiiiiihhhh! AkhhhuUUu mettttuuuuuuu. . . !!! Sshhh. . . akkkkhhh. . . mabkyuuuuu edannnnnnnn !! ”dan ibuku sambil setengah melengkung, meliuk-liuk seperti orang kesetanan! Kepalanya terlempar ke sana-ke mari. Dengkulnya gemetar sekali. Punggungnya setengah menekuk, bagaikan udang dikembalikan meremas-remas dan menjambak jambak rambut budhe Titiek yang ada disampingnya sampai budhe berhasil sakit. Namun bercampur kenikmatan. Pada saat itu pula budhe juga merasakan semburan-semburan lahar panas dari dalam lorong vaginanya membasahi petualangan. Banyak sekali. Kental dan licin. Aku masih jauhhhhh bagaikan orang yang kehausan langsung mengambil tangan budhe dan mengelomoti cairan kejunya itu, dengan tanpa kembali lagi. Terasa gurih dan harum! mbak Darmi langsung menggelosoh melepaskan burungku lepas, ploph!

Setelah itu pelan-pelan dia nungging dan memintaku menusuknya dari belakang, jadilah kami bertarung dengan gaya asu kawin. Akhirnya sodokanku yang keras sampai menyenggol bonggol itilnya, budhe langsung mendesis nikmat panjang "aduhhhhhhh leeeee tobat uedannnnn tenan enakkkkhhhh" Dua menit setelah jatuhnya mbak Darmi ibuku sambung di tempat yang sangat indah, kini budha Titiek menjerit-jerit histeris. Tubuhnya berkelojotan, seperti ayam disembelih. Menggelepar-gelapar. “Oukh, leeeeee! Akhhuuuu keluarrrhhhh !!! Ssshhh, leeee! Akkhhh! Ennnnnaaakhhhh !!! dan budhe Titiek tidak lagi mampu mempertahankan bentengnya. Bobol seketika. Lahar menyembur-nyembur terbeliak-beliak. Aku pun merasakan hal yang sama lahar dikawahku juga pengin menyembur dengan kuat, dengan erangan aku segera mempercepat tusukanku, dan dengan pelukan yang hangat dari budhe yang mencoba meraih kepalaku melalui ketiaknya yang lebat, aku langsung menciuminya dengan ganas, mengambil seluruh isi mulutnya dengan lidahku. Aroma tercium keringat dari ketiak budhe kompilasi adegan itu, menambah sungsum nikmat hingga keumbun-umbun. Namun lahar itupun juga tumpah, aku terus menggonjotnya meremas penthilnya untuk mendorong laju lahar dari tubuhku. “Ohhhhh le, kowe rosa-rosa tenan le” seru budhe sambil menggeol-geolkan pantatnya untuk mempercepat keluar pejuhku. “Leeee, Akkhhuuu lemassss Lettttiih Isti. . . rahattsss duluuu, yo le! !! ”budheku merintih-rintih meminta jeda. “Sebentar, budhekkjjj. Tanggung, nih! Tahan dulu yaaak budhe! ”Ujarku tersendat-sendat. mengambil seluruh isi mulutnya dengan lidahku. Aroma tercium keringat dari ketiak budhe kompilasi adegan itu, menambah sungsum nikmat hingga keumbun-umbun. Namun lahar itupun juga tumpah, aku terus menggonjotnya meremas penthilnya untuk mendorong laju lahar dari tubuhku. “Ohhhhh le, kowe rosa-rosa tenan le” seru budhe sambil menggeol-geolkan pantatnya untuk mempercepat keluar pejuhku. “Leeee, Akkhhuuu lemassss Lettttiih Isti. . . rahattsss duluuu, yo le! !! ”budheku merintih-rintih meminta jeda. “Sebentar, budhekkjjj. Tanggung, nih! Tahan dulu yaaak budhe! ”Ujarku tersendat-sendat. mengambil seluruh isi mulutnya dengan lidahku. Aroma tercium keringat dari ketiak budhe kompilasi adegan itu, menambah sungsum nikmat hingga keumbun-umbun. Namun lahar itupun juga tumpah, aku terus menggonjotnya meremas penthilnya untuk mendorong laju lahar dari tubuhku. “Ohhhhh le, kowe rosa-rosa tenan le” seru budhe sambil menggeol-geolkan pantatnya untuk mempercepat keluar pejuhku. “Leeee, Akkhhuuu lemassss Lettttiih Isti. . . rahattsss duluuu, yo le! !! ”budheku merintih-rintih meminta jeda. “Sebentar, budhekkjjj. Tanggung, nih! Tahan dulu yaaak budhe! ”Ujarku tersendat-sendat. kowe rosa-rosa tenan le ”seru budhe sambil menggeol-geolkan pantatnya untuk mempercepat keluar pejuhku. “Leeee, Akkhhuuu lemassss Lettttiih Isti. . . rahattsss duluuu, yo le! !! ”budheku merintih-rintih meminta jeda. “Sebentar, budhekkjjj. Tanggung, nih! Tahan dulu yaaak budhe! ”Ujarku tersendat-sendat. kowe rosa-rosa tenan le ”seru budhe sambil menggeol-geolkan pantatnya untuk mempercepat keluar pejuhku. “Leeee, Akkhhuuu lemassss Lettttiih Isti. . . rahattsss duluuu, yo le! !! ”budheku merintih-rintih meminta jeda. “Sebentar, budhekkjjj. Tanggung, nih! Tahan dulu yaaak budhe! ”Ujarku tersendat-sendat.

Baca Juga>  Cerita Sex Perjakaku Diambil Oleh Tante Muda Hot

"Ampun, leeeeeee! Ampunnnnn! !! ”mendengar rintihan-rintihan budhe titiek. Aku semakin suka dan bersemangat menghujamkan batang kemaluanku. Budhe Titiek meronta-ronta. Terpaksa aku memeluk tubuh budhe dengan kedua tanganku. Dan burungku terus sibuk bekerja. Blassssh! Slesssepsss! Srrrt! Blassshhhh! !! ”weeesssss leeeeee, leeeeeen yooooo! Ampun! "

“Sebentar, budhes. . . !! ”seruku sambil mengelomoti leher dan telinganya. Nampaknya nafsu budhe mulai bangkit lagi dari letih, lemas dan tidak bertenaga, akhirnya budhe Titiek jadi bernafsu lagi, itupun karena bukit yang terus-menerus diserbu habis-habisan oleh burungku yang pagi ini sangat perkasa. Akhirnya budhe Titiek kembali menggoyang-goyangkan pinggulnya, memutar-mutar romantis. "Edan leeee,. !! Uukh, kau sungguh perkasa dan pintar. Aku jadi nafsu lagi. Enak tenan, lee !! ”budhe Titiek mengerumasi rambutku dengan mengangkat ketiak lebatnya tinggi-tinggi, menguarkan bau ketek yang sangat membangkitkan nafsu. Dapatkan kami terus bertarung, mendaki bukit yang terjal, dengan gaya ****** kenthu.

Lima belas menit kemiudian, barulah kami berdua mencapai orgasme secara bersamaan. “Budheeeeeek! Akkkhhuuuu kelluuuarrr, ssshhh. . . ! Akkkkhhhh !! Oukh !! ”akupun menggeram hebat bagaikan harimau lapar bertemu lawan. Kedua lenganku yang kaya kepiting itu memeluk dan memulihkan tubuh budhe sekuat-kuatnya, sehingga budhe merasakan kebalikan remuk seketika. “Oukh, leeee! Akhhhuuu jughhhaaa kelluarrr. . . sssh, akhhhhh !! ”Banjirlah lorong vagina yang sempit itu, sehingga sebagian besar menetes-netes ke luar,. Semprotan-semprotan bertubi-tubi telah menyemburkan cairan yang luar biasa banyaknya, saling bercampur kental, hangat dan licin! Hmmmmmh, benar-benar sorga dunia!

Setelah rasa lemes itu hilang, kami bertiga mandi bersama, saling menyabuni saling bertukar, menggosok dan akhirnya saling bertukar cium, bertukar ludah, dan saling mengelus yang akhirnya pindah kami berpacu lagi membolak-balik kamar mandi itu Aku jejaka kemencur yang telah dilantik menjadi pejantan tangguh oleh budheku dan juga mbak Darmi ibuku sambung. Bahkan pernah dalam satu hari aku tidak perlu memakai celana kolor, karena mereka saling berhubungan mendukung dan memintaku untuk mencoba.
CERITA SEX MEMEK BREWOK BUDHE TITIEK DAN MBAK DARMI CERITA SEX MEMEK BREWOK BUDHE TITIEK DAN MBAK DARMI Reviewed by OvoQQ on June 09, 2019 Rating: 5
Powered by Blogger.